Jumat, 27 Maret 2020


Contoh reaksi kondensasi aldol

Mekanisme Reaksi- reaksi Adisi pada Aldehid dan Keton


Mekanisme Reaksi- reaksi Adisi pada Aldehid dan Keton
Apa itu Aldehida dan Keton?
Jika kita melihat ke dapur, maka peluang besar kita akan menjumpai beberapa aldehida ada di sekitar kita. Mulai dengan vitamin A yang terdapat dalam wortel hingga formika yang ada di atas meja, aldehida mungkin terdengar sulit, akan tetapi sebenarnya aldehid itu bagian dari keseharian kita. Aldehid juga bisa dijumpai selain dari vitamin A seperti vitamin B6, hormon, dan semua gula penting, glukosa. Aldehida bisa kita digunakan untuk pembuatan juga, untuk zat antara sebagai pewarna, obat-obatan, dan plastik.
Tetapi, bagaimana dengan keton? Keton sama pentingnya dalam kehidupan kita. Molekul-molekul ini juga timbul dalam gula dan hormon, dan merupakan produk sampingan yang dibutuhkan dari reaksi metabolisme. Contoh keton yang sering dijumpai untuk keperluan industry ialah aseton, seperti zat yang kita jumpai untuk menghapus cat kuku. Tapi keton lebih dari itu dibutuhkannya untuk kita. Keton seperti aseton digunakan sebagai pembentuk lak, pernis, resin, cat, dan juga bahan peledak.
Aldehida dan keton itu unik karena mempunyai gugus karbonil, atau karbon yang terikat pada oksigen dengan ikatan rangkap. Aldehida mempunyai karbon dalam gugus karbonil yang terikat pada karbon lain, hidrogen dan oksigen.

Struktur Aldehida dan Keton
  1. Karbon karbonil dari aldehida atau keton adalah hibridisasi sp2.
  2. Sudut ikatan mendekati 120 ° (trigonal planar).

Ikatan rangkap karbon-oksigen terdiri dari:
  • Sebuah Ikatan C-O
  • Sebuah ikatan C = O

Kita bisa membandingkan panjang ikatan C = O panjangnya dari ikatan rangkap C = C
Keton, bagaimanapun, memiliki karbon dalam gugus karbonil yang terikat pada oksigen, dan dua gugus tambahan, tetapi tidak ada hidrogen.

Properti Aldehida dan Keton
  • Aldehida dan keton adalah molekul polar karena ikatan C = O memiliki sebuah momen dipol:
  • Polaritasnya membuat aldehida dan keton memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada alkena dengan berat molekul serupa.
  • Aldehida dan keton bukan donor ikatan hidrogen (mereka tidak dapat menyumbang sebuah proton); oleh karena itu, mereka memiliki titik didih yang lebih rendah daripada alkohol yang serupa berat molekul.
  • Aldehida dan keton adalah akseptor ikatan hidrogen; ini membuat mereka memilikinya kelarutan yang cukup besar dalam air. Keton seperti aseton adalah pelarut yang baik karena mereka larut baik air dan senyawa organik. Ingatlah bahwa aseton adalah pelarut aprotik kutub.

Reaksi Aldehid dan Keton
Reaksi aldehida dan keton dapat dibagi menjadi dua utama kategori:
  1. Reaksi gugus karbonil
  2. Reaksi yang melibatkan alpha Carbon


Reaksi gugus karbonil dibagi menjadi tiga kelompok utama:
  1. Reaksi dengan asam

  • Oksigen karbonil basa lemah.
  • Baik asam Bronsted dan Lewis dapat berinteraksi dengan sepasang elektron bebas oksigen karbonil. 
      2. Reaksi Adisi
      3. Reaksi Oksidasi

Reaksi Adisi
ü  Kelompok karbonil dalam aldehida dan keton mengalami reaksi adisi.
ü  Ini adalah salah satu reaksi paling penting dari gugus karbonil.
Reaksi adisi terjadi oleh dua mekanisme yang berbeda:
1.      Penambahan berbasis katalis (dalam kondisi dasar atau netral)
2.      Penambahan yang dikatalisis oleh asam (dalam kondisi asam)

1.  Reaksi Adisi Nukleofil Air (H2O)
            Air bisa mengadisi suatu gugus karbonil, guna menghasilkan 1,1-diol, yang bisa dikatakan gem-diol, atau hidrat. Reaksi ini bersifat reversible, dan seringnya kesetimbangan ini ada pada sisi karbonil.
Mekanisme Hidrasi


Mekanisme Umum


2.  Reaksi Adisi (HCN)                                       
            Hidrogen sianida memasuki ikatan rangkap C=O pada aldehid dan keton membentuk senyawa yang biasa dikenal sebagai hidroksinitril. Senyawa-senyawa ini sering dikatakan sebagai sianohidrin. Reaksi berlangsung sangat lambat dengan menggunakan hidrogen sianida murni. 

Mekanisme Reaksinya:
Karena perbedaan elektronegativitas dalam atom karbon dan atom oksigen, ikatan C = O menunjukkan perilaku kutub. Ini, pada gilirannya, menghasilkan perolehan muatan parsial negatif pada atom oksigen dan muatan positif parsial pada atom karbon. Muatan positif parsial atom karbon akan menarik ion sianida H + CN - . Ikatan rangkap C = O akan terputus dan terjadi perkembangan ikatan C-CN yang baru. Selanjutnya, oksigen yang tidak stabil akan menarik H+ dari Hidrogen sianida.


3.  Reaksi Adisi Pereaksi Grignard
            Reaksi suatu reagensia Grignard dengan senyawa yang karbonil adalah contoh lain adisi nukleofilik yang terdapat reagensia Grignard karbon positif dari suatu gugus karbonil. Walaupun demikian, adisi dari suatu reagensia Grignard tidaklah suatu reversible yaitu dapat balik. Deretan reaksi terdiri dari dua tahap yang pisah :
  1. Reaksi antara reagensia Grignard dan senyawa karbonil
  2. Hidrolisis magnesium aloksida guna membentuk alkohol.untuk tidak dilupakan bahwa rekasi Grignard (dari) formaldehida menghasilkan alkohol primer, aldehid lain menghasilkan alkohol seknder, dan keton menghasilkan alkohol tersier.


Mekanisme Umum


4.  Adisi Nukleofilik dengan Alkohol (R-OH)
                            



Reaktivitas Aldehida dan Keton
Aldehida lebih reaktif dan mudah mengalami reaksi adisi nukleofilik dibandingkan dengan keton. Aldehida menunjukkan konstanta kesetimbangan yang lebih baik untuk reaksi adisi daripada keton karena efek elektronik dan sterik
Langkah penentuan laju sehubungan dengan reaksi adisi nukleofilik yang dikatalisis basa dan reaksi adisi nukleofilik yang dikatalisis asam adalah langkah di mana nukleofil bekerja pada karbon karbonil.
Namun, proses protonasi terjadi pada karbonil oksigen setelah tahap penambahan nukleofilik jika terjadi kondisi katalisis asam. Karakter karbokation dari struktur karbonil meningkat karena protonasi dan dengan demikian membuatnya lebih elektrofilik.
Equilibria dalam Reaksi Penambahan Karbonil
• Stabilitas Reaktan:
- Ingat bahwa gugus alkil menstabilkan ikatan rangkap (lebih tersubstitusi alkena lebih stabil daripada alkena yang kurang tersubstitusi)
- Ini bekerja untuk C = O ikatan rangkap juga
- Keton lebih stabil daripada aldehid keton kurang disukai daripada penambahan aldehida
• Stabilitas Produk:
- produk penambahan keton kurang disukai daripada aldehida produk tambahan

Permasalahan:
  1. Mengapa Aldehida lebih mudah mengalami reaksi adisi nukleofilik dibandingkan dengan keton?
  2. Aldehida dan keton mengalami reaksi dengan HCN untuk menghasilkan sianohidrin. Reaksi berlangsung sangat lambat dengan menggunakan hidrogen sianida murni. Bagaimanakah caranya agar reaksi dapat berlangsung lebih cepat sehingga menghasilkan sianohidrin yang sesuai?
  3. Mengapa aldehid lebih reaktif daripada keton pada reaksi adisi nukleofilik ini?




Jumat, 20 Maret 2020

Mekanisme Reaksi Bersaing SN2 dan E2


Mekanisme Reaksi Bersaing SN2 dan E2
            Pada suatu reaksi suatu alkil halide,jika sebuah nukleofilik dan alkil halide kita reaksikan akan dimungkinkan dua reaksi yaitu reaksi substitusi dan eliminasi. Reaksi sunstitusi itu dapat berlangsung jika reagennya itu menyerang atom karbon, sedangkan pada reaksi eliminasi bisa berlangsung jika reagennya itu menyerang atom hidrogen. Reaksi SN2 yang bersaing ini kita hasilkan dari reaktan anionic yang melakukan penyerangan terhadap nukleofil di pusat karbon alfa, yang menuju kepada tetjadinya pelepasan gugus yang sama seperti terjadi pada reaksi E2.

                Reaksi SN2 dan E2 bisa kita bilang reaksi bersaing. Kenapa karena pada mekanisme reaksi SN2 dan E2 ini, melalui keadaan yang sama. Keadaan yang mana saja? Keadaan menggunakan pelarut polar dan basa yang digunakannya ialah basa yang kuat. Misalnya, jika alkil halide sekunder yang digunakan, bisa dimungkinkan terjadi reaksi SN2 dan E2 yang menghasilkan produk campuran. Jika yang digunakan ialah basa lemah dan pelarut tak berproton yang polar , maka hasil suatu reaksi akan cenderung ke SN2. Lain pula jika yang kita gunakan ialah basa kuat seperti CH3CH2O- , NH2 atau OH hasil reaksi akan dominan ke E2.

            Jika kita ingin mendalami lagi pada reaksi bersaing yaitu SN2 dan E2 ini, reaksi SN2 akan labih gampang berlangsung dibandingkan E2. Hal ini disebabkan karena keadaan reaksinya itu memakai basa lemah atau kurang basa, peluang terjadinya reaksi eliminasi semakin besar setara dengan naiknya tingkat kebasaan pada suatu reaksi.


            Selanjutnya mari kita lihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi reaksi bersaing SN2 dan E2 ini:
1. Substrat

  • Jika substrat yang dipakai ialah alkil halide primer, maka akan dominan ke substitusi. Disebabkan karena urutan alkil halide primer  di dalam reaksi SN2 ini ialah sangat reaktif, dan kurang reaktif dalam reaksi E2.

  • Jika substrat yang dipakai ialah alkil halide sekunder, maka akan menghasilkan hasil reaksi yang sama untuk substitusi maupun eliminasi. Semakin kuat nukleofil/basa menyebabkan semakin besar pula produk eliminasi yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya.
  • Jika substrat yang dipakai berupa alkil halide tersier, menyebabkan reaksi cenderung ke pada eliminasi. Karena alkil halide tersier lebih reaktif daripada alkil halide sekunder maupun primer pada reaksi E2 ini.

2. Struktur Basa

Basa lemah itu cenderung pada memberikan hasil reaksi substitusi yang baik. Lain halnya pada basa alkoksida dengan kekuatan yang sama, terbentuknya produk yang lebih besar jika kita menggunakan basa alkoksida tersier daripada kita menggunakan alkoksida primer dalam reaksi eliminasi.
3. Temperatur
Kenaikan temperature berbanding lurus dengan laju reaksi substitusi dan eliminasi. Akan tetapi laju reaksi pada eliminasi lebih besar disebabkan karena energi aktivasinya yang lebih tinggi.
Referensi
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.


Permasalahan
  1. Pada keadaan yang bagaimanakah  SN2 dapat mendominasi reaksi bersaing ini?
  2. Bagaimana produk yang dihasilkan pada reaksi bersaing ini jika digunakan alkil halide sekunder?
  3. Pada kondisi yang bagaimana reaksi SN2 dan E2 dapat dikatakan bersaing?


Rabu, 11 Maret 2020

Mekanisme Reaksi Bersaing SN1 dan E1

Mekanisme Reaksi Bersaing SN1 dan E1

Perbedaan mendasar antara kompetisi SN1 / E1 dan kompetisi SN2 / E2 adalah pada langkah mekanistik pertama, atau dalam pembentukan ion karbenium, yang sepenuhnya identik baik dalam eliminasi E1 dan reaksi SN1. Jadi, pada langkah mekanistik pertama, reaksi E1 dan SN1 jelas tidak bersaing. Persaingan muncul dari alternatif mekanistik mengikuti langkah pertama. Sama seperti dalam kompetisi SN2 / E2, nukleofil (basa) dalam kompetisi SN1 / E1 pada dasarnya bifungsional - yaitu, ia dapat mengabstraksi proton β dari ion karbenium dalam eliminasi E1, atau secara langsung dapat menyerang α karbon ion karbenium dalam reaksi SN1.
Lain dengan kompetisi SN2 / E2,  laju reaksi E1 dan SN1 bergantung pada struktur substrat tidak bertentangan, tapi dari jenis yang sama. Reaksi SN1 ini, serta eliminasi E1, itu berjalan sangat lambat dengan senyawa heteroalkil primer, membuat mereka itu biasanya sepenuhnya dilampaui oleh mekanisme bimolekul yang sesuai (SN2 / E2). Jika kita lihat pada senyawa heteroalkil tersier, reaksi unimolecular (SN1 / E1) berjalan lebih cepat jika kita bandingan dengan reaksi bimolecular (SN2 / E2).

Gbr.1
Primer

α karbon: hijau

Gbr.2
sekunder


α karbon: hijau

Gbr.3
tersier


α karbon: hijau

Langkah dalam menentukan laju reaksi E1 dan SN1 yang identik ini yaitu pembentukan ion karbenium, yang bertanggung jawab pada ketergantungan yang sama terhadap laju reaksi pada struktur substratnya. Karena stabilisasi muatan positif ion karbenium oleh substituen alkil, energi aktivasinya itu lebih rendah pada pembentukan ion karbenium tersier dibandingkn untuk ion sekunder, atau, khususnya, untuk ion karbenium primer. Dengan begitu laju reaksi senyawa heteroalkil tersier lebih besar jika dibandingkan dengan senyawa heteroalkil sekunder atau primer (dalam SN1 dan E1).



Reaksi SN1 biasanya lebih dominan jika kita lihat dengan reaksi E1. Reaksi SN1 biasanya lebih dominan jika kita lihat dengan reaksi E1. Walaupun  suhu sudah  kita perbesar sedikit, guna memperbesar proporsi dari reaksi E1 ini,  masih saja SN1 yang menjadi dominan.

Permasalahan
  1. Mengapa reaksi SN1 dan E1 pada senyawa heteroalkil primer itu reaksinya berjalan sangat lambat?
  2. Jelaskan pada saat keadaan yang bagaimanakah produk yang dihasilkan lebih dominan SN1?
  3. Bagaimanakah pengaruh suhu pada reaksi bersaing SN1 dan E1 ini?

Referensi



Minggu, 01 Maret 2020

MEKANISME REAKSI ELIMINASI E1


MEKANISME REAKSI ELIMINASI E1
Secara keseluruhan, jalur ini merupakan proses yang multi-langkah dengan dua langkah kritis berikut:
menghilangnya kelompok yang meninggalkan, LG, untuk dihasilkan nantinya perantara karbokation, kemudian

kehilangan proton, H+, yang berasal dari karbokation untuk dapat membentuk ikatan π.

Nah sekarang mari kita lihat bagaimana berbagai komponen reaksi mempengaruhi jalur reaksi:
R-
Urutan reaktivitasnya bisa dilihat berikut ini: (CH3)3C-> (CH3) 2CH-> CH3CH2-> CH3-
Dalam reaksi E1, tahap penentuan lajunya adalah menghilangnya gugus yang meninggalkan untuk nantinya membentuk suatu karbokation antara. Semakin stabil karbokasinya, maka semakin mudah terbentuk, dan sehingga semakin cepat reaksi E1. Karena reaksi E1 itu berlangsung oleh zat-antara karbokation, sehingga alkil halida tersier bereaksi lebih cepat jika kita bandingkan dengan alkil halida yang lain.
-LG
Satu-satunya peristiwa yang dalam langkah penentuan tingkat E1 ialah pemutusan ikatan C-LG. Oleh sebab itu, ada kebergantungan yang sangat kuat yang ada pada sifat kelompok yang meninggalkan, semakin baik kelompok yang meninggalkan, menyebabkan semakin cepat reaksi E1. Pada reaksi alkohol yang dikatalisis oleh asam, -OH nya diprotonasi lebih awal guna memberikan ion oksonium, sehingga memberikan gugus yang jauh lebih baik, molekul air (lihat skema di bawah).
B
Karena basa disini tidak terlibat pada tahap penentuan laju, sifat basa ini tidak penting dalam reaksi E1. Namun, semakin reaktif basa, maka semakin besar kemungkinan reaksi E2 menjadi.
Selektivitas
Reaksi E1 itu biasanya lebih disukai alkena yang lebih stabil sebagai produk utama: yaitu lebih tinggi tersubstitusi alkil dan trans-> cis-Jalur mekanistik E1 ini paling umum dengan:
  1. kelompok meninggalkan yang baik
  2. karbokation stabil
  3. basis yang lemah.


Mekanisme E1
Mekanisme E1 yaitu proses dua langkah dan langkahnya itu sama seperti pada mekanisme SN1, yaitu ionisasi substratnya yang nantinya bisa menentukan laju (lambat) guna menghasilkan karbokation.
            Tahap kesatu dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi SN1: ionisasi alkil halidanya. Tahap ini ialah tahap yang berlangsung lambat, menjadi tahap penentu laju, dari suatu reaksi keseluruhan. Reaksi E1 itu khasnya ditunjukkan dengan kinetika orde-pertama, yaitu laju reaksinya itu bergantung hanya pada konsentrasi alkil halidanya saja.


            Pada tahap kedua selanjutnya dalam reaksi eliminasi ini, basa nya itu yang merebut sebuah proton yang berasal dari atom karbon yang letaknya itu ibaratnya dekatan dengan karbon positif. Elektron ikatan sigma karbon-hidrogen ini nantinya akan bergeser ke arah yang muatannya itu positif, sehingga karbonnya mengalami rehibridasi yaitu dari keadaan sp3 ke sp2, dan nanti akhirnya terbentuklah alkena. 


Mekanisme E1 untuk Alkil Halida

Langkah 1:
Pembelahan ikatan C-X yang terpolarisasi ini akan memungkinkan hilangnya gugus yang meninggalkan yang baik, ion halida ini untuk nantinya menghasilkan suatu perantara karbokation. Ini ialah langkah penentuan laju (pemutusan ikatan adalah mekanisme E1 untuk RX)
Langkah 2:
Reaksi asam / basa. Deprotonasi yang dilakukan oleh basa (di sini ion alkoksida) dari atom C yang posisinya dekatmdengan pusat karbokation yang mengarah ke pembentukan C = C.

Permasalahan
  1. Mengapa pada reaksi E1 alkil halida tersier bereaksi lebih cepat dibandingkan alkil halida lain?
  2. Mengapa pada reaksi E1 laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi alkil halida saja?
  3. Mengapa pada reaksi E1 pada tahap pertamanya ialah terjadi ionisasi pada alkil halida?

Referensi
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Hart,Harolt,dkk. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.